Mengapa Kasus Tuberkulosis (TB) Masih Tinggi?

Goapotik
Publish Date • 12/30/2020
Share image facebook goapotikimage twitter goapotikimage whatsapp goapotik
Mengapa Kasus Tuberkulosis (TB) Masih Tinggi?

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, biasanya menyerang paru-paru. Terapi untuk penyakit ini adalah dengan pemberian antibiotik kombinasi dengan jangka waktu cukup panjang. Kasus TB masih banyak terjadi hingga kini, ada beberapa alasan yang mendasarinya. Yuk, lihat alasannya di bawah ini!



Terjangkit penyakit, walaupun hanya flu ringan, pasti sangat tidak menyenangkan bagi Sowbat. Semua aktivitas menjadi terganggu, belum lagi bila dokter meresepkan banyak jenis obat yang harus dikonsumsi, pasti rasa malas akan menghampiri. Tidak masalah bagi kamu yang mengalami flu ringan bila tidak mengkonsumsi obat, dengan istirahat dan makan yang bergizi sudah cukup untuk mengembalikan kondisi kesehatan menjadi normal. Akan tetapi, berbeda jika penyakit yang kamu idap adalah Tuberkulosis (TB), tidak cukup dengan istirahat dan makan saja, Sowbat harus mengonsumsi obat-obatan antibiotik dalam jangka waktu lama agar bisa sembuh total.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang umumnya menyerang paru-paru dan sudah menjangkiti manusia sejak lebih dari 4000 tahun yang lalu, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini menular antar manusia melalui droplet yang dikeluarkan  penderita TB dan terhirup oleh orang sehat, karena ukurannya sangat  kecil maka akan mencapai alveolus dan akhirnya berkembang biak di paru-paru hingga merusak dan mengganggu fungsinya. Gejala yang ditimbulkan bisa berupa batuk kronis, gampang lelah, berkeringat di malam hari, berat badan menurun drastis, dan sakit di dada. Penyakit ini tidak hanya menyerang paru-paru, tapi juga  organ lain seperti otak, usus, ginjal ataupun tulang.

TB merupakan salah satu dari 10 penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan kematian. Pada tahun 2018 saja terjadi 1,5 juta kematian di dunia yang disebabkan oleh penyakit ini. Diestimasi ada 10 juta orang di dunia yang mengalami TB, 5,7 juta di antaranya pria, 3.2 juta wanita, dan sisanya 1,1 juta adalah anak-anak. Banyak faktor yang melandasi masih tingginya angka kejadian kasus ini selain karena penyakitnya yang bisa menular antar manusia.


1. Pasien TB yang tidak berobat

Saat Sowbat telah didiagnosis penyakit TB, maka Dokter akan meresepkan suatu regimen pengobatan dengan dosis dan jangka waktu tertentu yang harus kamu patuhi. Karena penyakit ini disebabkan oleh bakteri, maka pengobatan yang diberikan adalah antibiotik, biasanya adalah kombinasi Isoniazid, Rifampicin, Pyrazinamide dan Ethambutol yang diminum tiap hari selama kurang lebih 6 bulan. Kombinasi obat dan durasi yang lama dimaksudkan untuk mencegah bakteri TB laten menjadi TB aktif serta menghindari resistensi obat terhadap bakteri laten. Bagi Sowbat mungkin sangat merepotkan bila harus minum banyak jenis obat sekaligus setiap hari selama berbulan-bulan sehingga kamu menjadi enggan untuk melakukan pemeriksaan apalagi pengobatan. Tentu saja ini bisa membahayakan nyawa kamu, karena tidak ada cara lain yang bisa Sowbat lakukan untuk sembuh dari TB kecuali dengan minum obat hingga tuntas. Saat ini sudah tersedia fixed dose combinations (FDC) untuk obat TB dimana berbagai jenis antibiotik dijadikan satu tablet, sehingga Sowbat hanya perlu minum 1 tablet tiap harinya.


2. Pasien TB tidak melakukan pengobatan hingga tuntas

TB menjadi susah disembuhkan juga karena pasien yang berobat tidak sampai tuntas. Kebanyakan alasan tidak tuntasnya pengobatan adalah pasien yang merasa sudah sehat setelah minum obat beberapa kali saja, gejala penyakitnya sudah tidak muncul sehingga ia tidak melanjutkan minum obat lagi padahal dokter masih meresepkannya hingga beberapa bulan selanjutnya. Gejala TB memang bisa mereda setelah beberapa kali pengobatan, namun bukan berarti kamu sudah sembuh total. Bakteri TB bisa menjadi tidak aktif (laten) di dalam tubuh manusia sehingga Sowbat tidak akan tahu apakah semua bakteri benar-benar sudah mati walaupun tidak muncul gejala. Alasan lain pasien tidak menuntaskan pengobatannya karena efek samping obat tidak menyenangkan yang ditimbulkan, seperti mual, muntah, kulit gatal, penglihatan kabur, pusing hingga demam. Biasanya efek samping timbul di awal pengobatan, namun kamu bisa mengkonsultasikan dengan dokter untuk mencari solusinya.


3. Terjadi resistensi antibiotik

Bila Sowbat mengalami TB dan tidak berobat secara rutin dan tuntas, maka akan terjadi resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah keadaan dimana antibiotik tidak efektif lagi dalam melawan bakteri karena ia telah mengubah dirinya menjadi lebih kebal. Resistensi pada TB atau disebut Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) terjadi pada dua antibiotik yaitu Isoniazid dan Rifampisin. Resistensi obat bisa sangat merugikan kamu sebagai pasien, Sowbat perlu antibiotik yang lebih poten dan lebih mahal dengan risiko efek samping yang semakin berat, durasi pengobatan juga akan semakin panjang.


4. Komplikasi dari HIV/AIDS

Seseorang yang menderita HIV/AIDS akan memiliki sistem imun yang lemah, sehingga meningkatkan risiko infeksi oportunistik seperti penyakit TB. TB yang dialami penderita HIV/AIDS semakin sulit disembuhkan karena sistem imun yang ada tidak mampu membantu membunuh bakteri. TB menjadi sebab kematian utama pada orang yang menderita HIV/AIDS di dunia, maka itu setiap orang dengan HIV/AIDS harus menjalani pemeriksaan TB.


Kasus TB masih menjadi penyebab kematian yang banyak terjadi di dunia, satu-satunya cara agar Sowbat sembuh dari penyakit ini adalah mematuhi aturan minum obat hingga bakteri dalam tubuh benar-benar mati. Penderita TB juga dapat dibantu oleh orang lain sebagai pengawas minum obat (PMO) agar mematuhi minum obat. PMO dapat membantu dan memotivasi kamu agar selalu minum obat tepat waktu hingga benar-benar dinyatakan sembuh. Mari kita saling membantu dalam pemberantasan penyakit Tuberkulosis. Salam sehat!


Referensi

Official Websites:

National Center for Biotechnology Information (NCBI), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Klikdokter, AIDS Info