Waspada Bahaya Konsumsi Daging Merah Terlalu Banyak, Perut Bisa Kewalahan!

Goapotik
Publish Date • 09/05/2020
Share image facebook goapotikimage twitter goapotikimage whatsapp goapotik
 Waspada Bahaya Konsumsi Daging Merah Terlalu Banyak, Perut Bisa Kewalahan!
Sowbat, siapa sih yang gak suka sama daging merah? Selain karena  bahan makanan ini banyak diolah menjadi kudapan yang kita sukai, seperti steak, rendang dan sate, daging merah juga menjadi salah satu sumber protein yang penting bagi tubuh kita. Tapi, tahukah kamu konsumsi daging merah yang terlalu banyak tidak baik untuk sistem pencernaan? 


Daging merah, seperti makanan lainnya yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami pencernaan  secara mekanik (melalui pengunyahan dan gerakan lambung) serta kimiawi (dengan bantuan enzim. Jika kedua mekanisme pencernaan tersebut berfungsi dengan baik tentu tidak jadi masalah, namun bagi orang - orang yang memiliki gangguan pencernaan dan berusia lanjut, mencerna daging merah bisa menjadi masalah tersendiri. 


Usia lanjut umumnya disertai dengan menurunnya kemampuan tubuh dalam melakukan aktivitas, salah satunya kemampuan untuk mencerna makanan baik secara mekanis maupun kimiawi . Penurunan kemampuan mekanis ditandai dengan berkurangnya kemampuan gigi serta otot polos yang ada di dinding lambung untuk menghaluskan makanan. Selain itu, pada usia lanjut terjadi penurunan kemampuan sekresi enzim pencernaan yang disekresi pankreas (baik dari segi jumlah dan konsentrasinya) serta penurunan kemampuan untuk reabsorpsi garam empedu.


Enzim pankreas yang terdiri dari lipase, amilase dan chymotrypsin, serta garam empedu yang berperan penting dalam pencernaan daging merah, karena enzim – enzim pencernaan ini berfungsi memecah lemak dan protein yang ada di daging agar  dapat diserap oleh tubuh. Berkurangnya kemampuan untuk mencerna daging, menyebabkan bahan makanan tertinggal di perut dalam waktu yang lama tanpa tercerna dan menimbulkan masalah pencernaan lainnya, seperti  maag, kembung, diare, hingga konstipasi. Hal yang sama juga bisa terjadi jika kamu memiliki gangguan pencernaan. 


Nah, jika kamu belum berusia lanjut dan tidak memiliki gangguan pencernaan, pembatasan konsumsi daging merah tetap harus kamu lakukan, ya. Wah, kira – kira kenapa ya? Berikut beberapa alasannya:


1. Mengandung tinggi akan lemak dan kolesterol


Daging merah banyak mengandung lemak jenuh dan trans yang berperan dalam peningkatan kolesterol dalam tubuh. Peningkatan kolesterol ini jika dibiarkan bisa menyebabkan stroke dan penyakit kardiovaskular lainnya. Selain itu, konsumsi daging merah terlalu banyak juga meningkatkan produksi Trimethylamine N-oxide (TMAO) dalam usus. Adanya senyawa ini meningkatkan risiko penyakit jantung. 


2. Meningkatkan risiko kanker


Konsumsi daging merah, baik yang mengalami proses terlebih dahulu (seperti dibakar atau dipanggang) maupun yang dimasak secara langsung meningkatkan risiko kanker. Dimana orang – orang yang banyak mengonsumsi daging merah memiliki risiko 10% lebih tinggi mengalami kematian karena kanker dibandingkan dengan orang – orang yang tidak mengonsumsi daging merah. 


3. Menyebabkan tendensi obesitas


Orang – orang yang banyak mengonsumsi daging memiliki jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh lebih banyak, sehingga berisiko mengalami peningkatan berat badan dan obesitas. 


4. Memicu berbagai gangguan pencernaan


Daging merah yang tinggi akan lemak bisa menyebabkan refluks asam lambung. Hal ini disebabkan lemak lebih sulit dan lama dicerna,  karena membutuhkan kerja enzim dan cairan lambung yang kuat. Makanan yang kita konsumsi pun jadi tinggal di perut dalam waktu yang lebih lama dan menyebabkan berbagai gejala maag, terutama rasa perut kembung. Hal ini selanjutnya juga menyebabkan adanya tekanan pada Lower Esophageal Sphincter (LES) yang membatasi lambung dan esophagus, sehingga asam lambung bisa naik ke esophagus dan menyebabkan heartburn hingga nyeri ulu hati. 



Tips Mengonsumsi Daging Merah


Meskipun begitu, kamu tetap bisa mengkonsumsi daging merah ya, karena bahan makanan ini merupakan sumber protein yang baik. Beberapa tips ini bisa membantu agar sistem pencernaan kamu tetap sehat selama mengonsumsi daging merah : 


1. Konsumsi daging merah dalam jumlah yang cukup dan tidak terlalu banyak


2. Kurangi pengolahan daging merah dengan cara dibakar atau diasap, karena proses pengolahan ini bisa menghasilkan senyawa – senyawa yang dapat meningkatkan risiko kanker


3. Kurangi konsumsi daging merah yang sudah diproses, seperti bacon, ham, sosis atau corned beef


4. Pilihlah daging merah berjenis lean meat (bagian daging yang mengandung lemak lebih sedikit atau telah dihilangkan lemaknya), dan hindari pemrosesan dengan cara digoreng


5. Konsumsi suplemen makanan yang mengandung enzim pencernaan alami, misalnya yang mengadung enzim – enzim pencernaan seperti protease, amilase, glukoamilase, alfa – galactosidase, lipase, selulase, lactase dan invertase. Dengan konsumsi enzim tambahan ini maka kamu dapat membantu kinerja sistem enzim yang ada di tubuh. 

Selain poin – poin diatas, kamu juga bisa mengganti sumber protein harian kamu dari bahan – bahan lain seperti ikan dan sumber protein nabati, yang paling penting bijaklah untuk memilih jenis dan jumlah makanan yang kamu konsumsi ya. You are what you eat!




Referensi:


Official/Organizational Website:

Medical News Today, American Heart Association 


Journals and books:

- Journal titled “Understanding the gastrointestinal tract of the elderly to develop dietary solutions that prevent malnutrition”, by Didier Rémond, Danit R. Shahar, Doreen Gille, et al. Published by Oncotarget: Peer-reviewed Oncology & Cancer Research Journal Volume 6(16), on 2015 Jun 10.

- Book titled “Red Meat and Processed Meat. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans, No. 114”, by IARC Working Group on the Evaluation of Carcinogenic Risks to Humans. Published by  International Agency for Research on Cancer on 2018.

- Journal titled “Meat consumption is associated with obesity and central obesity among US adults”, by Y Wang and MA Beydoun. Published by International Journal of Obesity Vol. 33(6), on June 2009.