SAYA DIRESEPKAN BANYAK OBAT, BISA BUAT GINJAL RUSAK?

Goapotik
Publish Date • 12/30/2020
Share image facebook goapotikimage twitter goapotikimage whatsapp goapotik
SAYA DIRESEPKAN BANYAK OBAT, BISA BUAT GINJAL RUSAK?

Pernahkah Sowbat mendapatkan informasi seperti di atas? Lalu apa yang Sowbat lakukan? Mengurangi jumlah obat yang diresepkan dokter atau tetap lanjut minum seperti instruksi dokter? Sebelum Sowbat mengambil keputusan, yuk simak dulu penjelasan berikut!


Salah satu ketakutan yang sering diungkapkan pasien penyakit kronis degeneratif seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, diabetes, dll yang harus mengkonsumsi obat setiap hari sepanjang hidupnya adalah apakah obat-obatan itu kelak akan berpengaruh negatif ke ginjalnya. Ada isu bahwa obat-obatan mereka yang banyak itu akan sulit disaring oleh ginjal dan pada akhirnya membuat ginjal rusak dan gagal berfungsi sebagaimana mestinya. Bagi pasien yang percaya mentah-mentah isu ini akhirnya tidak mengkonsumsi obatnya secara rutin dan imbasnya kembali masuk dirawat di rumah sakit.

Bayangkan pada pasien penyakit kronis degeneratif seperti diabetes. Kadar gula yang terlalu tinggi dalam darah dan tidak terkontrol membuat darahnya jauh lebih kental ketimbang orang dengan gula darah normal. Jika kondisi kekentalan ini dibiarkan dengan tidak mengkonsumsi obat diabetesnya, hal ini malah akan memberatkan kerja ginjal sebagai penyaring darah. Akibatnya, ginjal rusak karena penyakit diabetesnya. Begitu pun penyakit hipertensi. Tekanan darah yang tinggi dan tidak terkontrol akan menekan fungsi ginjal, lama-kelamaan kemampuan menyaringnya akan rusak dan akhirnya gagal ginjal. Penyakit-penyakit degeneratif yang tidak diobati itulah yang malah akan merusak organ tubuh satu per satu dengan sangat cepat.

Tentu ada hal yang perlu diperhatikan terkait penggunaan obat medis dan ini terkait dosis. Bahwa segala sesuatu yang digunakan berlebihan akan merusak tubuh. Jangankan obat-obatan medis, herbal yang katanya lebih aman daripada obat medis dan makanan saja jika berlebihan dikonsumsi akan berefek negatif. 


Lalu dari mana kita tahu obat yang digunakan dosisnya berlebihan atau tidak? 

Bagi pasien penyakit kronis degeneratif tentunya tidak akan mengkonsumsi obat tanpa terlebih dahulu berkonsultasi dengan dokter dan mendapatkan resep untuk obat-obatannya. Maka jika obat tersebut didapatkan setelah konsultasi dengan dokter dan telah mendapat diagnosa dengan penyakit tertentu, bisa lebih berlega hati. Bahwa obat yang diperoleh sesuai dengan kondisi penyakit dan dosisnya pun telah sesuai. 

Terlebih lagi, Sowbat juga berhak mendapat penjelasan yang rinci dari obat yang diberikan dari apoteker yang bertugas di tempat menebus obat. Penjelasan itu mencakup apa fungsi, dosis-frekuensi konsumsi, cara pakai obat, serta efek samping yang signifikan dan berpotensi terjadi. Sowbat bisa lebih memastikan lagi apa efek terapi yang diharapkan dari obat-obatan tersebut dan apa saja yang mesti diwaspadai.

Belum cukup? Sowbat bisa mengakses informasi obat dari situs seperti www.MIMS.com atau buku ISO speslalite obat yang diterbitkan oleh Ikatan Apoteker Indonesia atau bertanya melalui konsultasi apoteker di situs ini. Jika pun terjadi perbedaan dalam hal pendosisan atau frekuensi, bisa ditanyakan kembali ke dokter penulis resep apakah ada pertimbangan lain yang membedakan kondisi Sowbat sehingga dosisnya berbeda.

Untuk pasien penyakit degeneratif, mengonsumsi obat adalah salah satu ikhtiar untuk membuat kondisi fisik stabil dan lebih berdaya dalam beraktivitas. Ketidakpatuhan karena sebab apapun, termasuk ketakutan akibat isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, akan membuat kondisi fisik drop dan bahkan bisa masuk rawat inap lagi. Apapun yang menjadi concern atau ketakutan Sowbat, hendaknya selalu dikonsultasikan pada tim medis yang berwenang, seperti dokter pribadi atau apoteker tempat Sowbat menebus obat tersebut agar tidak tergesa-gesa menghentikan terapi obat yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh tubuh. Salam sehat!