Mengenal Preeklamsia ketika Masa Kehamilan, Biasa tapi Berbahaya!

Goapotik
Publish Date • 12/30/2020
Share image facebook goapotikimage twitter goapotikimage whatsapp goapotik
Mengenal Preeklamsia ketika Masa Kehamilan, Biasa tapi Berbahaya!

 Pasien ibu hamil tiba-tiba mengalami peningkatan darah yang tinggi, padahal sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, lalu darah tinggi di masa kehamilan itu wajar ga sih?


Preeklamsia (preeclampsia) atau biasa dikenal dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) pada masa kehamilan usia 20 minggu dan dapat muncul hingga 4 – 6 minggu pasca melahirkan. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist (2013), preeklamsia terjadi ketika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg (dengan 2 kali pemeriksaan selama rentang waktu 4 jam terpisah pada pasien yang sebelumnya tekanan darah kondisi normal (< 140/90 mmHg)) atau ≥ 160/110 mmHg (pada sekali pemeriksaan). Selain kriteria tekanan darah, preeklamsia juga ditandai dengan adanya kondisi proteinuria atau adanya protein dalam urin, dimana secara kuantitatif ≥ 0,3 gram dalam spesimen urin 24 jam atau > 0,3 untuk rasio protein dibanding kreatinin. Diperlukan uji laboratorium untuk mengetahui jumlah protein yang ada di urin.


Penyebab Preeklamsia

Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Sejauh ini preeklamsia diperkirakan terjadi karena adanya gangguan pada plasenta. Plasenta sendiri diketahui sebagai organ yang menghubungkan antara pasokan darah bayi dengan ibunya. Adanya faktor-faktor lain seperti intoleransi imunolgis ibu, faktor genetik, faktor nutrisi, faktor lingkungan, dan adanya perubahan kardiovaskular menjadi faktor-faktor penting yang diperkirakan menjadi penyebab terjadi preeklamsia.


Siapa saja yang bisa terkena eklamsia?

Sebenarnya, siapa sih yang bisa terkena preeklamsia? Menurut American Pregnancy Association, ibu yang sedang menjalani kehamilan pertama rentan mengalami preeklamsia. Selain itu ibu yang memiliki penyakit bawaan (komorbid) seperti diabetes, tekanan darah tinggi, atau penyakit ginjal sebelum hamil meningkatkan risiko ibu dan janin terkena preeklamsia. Kondisi kesehatan lain seperti adanya riwayat keluarga preeklamsia, janin diperkirakan kembar 2 atau 3, usia diatas 40 tahun, memiliki berat badan berlebih, adanya penyakit lupus, dan sindrom antifosfolipid juga dapat meningkatkan risiko terjadi preeklamsia.


Tanda dan Gejala

Gejala apa saja ya yang biasanya muncul? Beberapa penderita preeklamsia yang tidak mengalami gejala atau bahkan hanya mengalami gejala ringan. Gejala yang biasanya muncul seperti bengkak pada kaki/ankle/wajah/tangan yang disebabkan karena adanya penumpukan cairan atau biasa disebut udema, sakit kepala yang dahsyat, gangguan penglihatan seperti pandangan menjadi kabur atau bahkan kebutaan, sesak napas, rasa sakit di dada, dan tubuh terasa lemas. Gejala preeklamsia memang sangat umum sehingga perlu diagnosa yang tepat terhadap preeklamsia agar penanganannya pun tepat juga. Kasus preeklamsia biasanya terdeteksi melalui pemeriksaan prenatal rutin. Jadi, jangan lewatkan pemeriksaan rutin kandungan Anda ya Bunda… namun bila mengalami gejala-gejala tersebut segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.


Bagaimana terapi atau pengobatan preeklamsia?

Pengobatan preeklamsia memerlukan adanya penilaian ahli yaitu oleh dokter karena penetapan preeklamsia pada ibu dan bayi memerlukan diagnosis sendiri. Dalam masa pengobatan, pasien preeklamsia akan dipantau secara teratur sampai ibu melahirkan. Pengobatan preeklamsia ini dilakukan agar pertumbuhan dan perkembangan janin tidak terganggu karena peredarah darah pada plasenta tidak lancar. Penanganan yang tepat perlu dilakukan juga untuk mencegah preeklamsia tidak memburuk dan menjadi eklamsia. Eklamsia merupakan kondisi tekanan darah tinggi yang disertai kejang yang mana dapat membahayakan kondisi ibu dan bayi pada kandungan.

Tidak terdapat cara yang spesifik untuk mencegah preeklamsia, namun untuk menekan risiko terjadinya preeklamsia maka dapat dilakukan cara seperti melakukan kontrol kandungan secara rutin dan kontrol tekanan darah serta gula darah terutama bila memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus sebelum masa kehamilan. Selain itu juga harus mengatur pola makan yang seimbang dan bernutrisi bila perlu konsumsi suplemen vitamin atas saran dokter, rajin olahraga, menjaga berat badan ideal, serta tidak merokok.


Referensi

Official Website:

NHS, Halodoc, Medscape, Healthline, Alodokter